
fokuseditor.com BANDUNG – Dimasa Bank Jabar dipimpin oleh Umar Syarifuddin, Kini bank bjb dipimpin Yuddy Renaldi sebai Direktur Utama, geliat usahanya terus berkembang dengan pesat, dan telah mendirikan Kelompok Usaha Bank (KUB) dengan sejumlah BPD lain yang dinilai kurang ada kemajuan dalam menjalankan usahanya. Selain itu, Assetnya sudah mencapai Rp. 200 Trilyun lebih.
Menurutnya, “bahwa modal sebuah bank itu adalah kepercayaan (Trust) katanya, dan harus terus ditambah modalnya nah baru bank dimaksud bisa maju dan berkembang katanya”. Selain hal itu, jajajaran Dewan Komisaris dan Dewan Direksi harus sepemahaman didalam melaksanakan Standard Operasional Prosedure (SOP) masing-masing bagian, dan kejujuran sangat penting dan vital, katanya.
Masih kata Umar Syarifuddin (Alm) jika sebuah bank sudah tidak mendapatkan keprcayaan dari Nasabah atau pemegang sahan, maka bank itu niscaya akan maju dan akan bangkrut. Kebangkrutan itu pemicunya tiada lain, sering terjadinya pembobolan dan lain sebagainya, baik pelakunya dari orang dalam sendiri atau orang luar (Nasabah atau Rekanan). Hal itu akibat dari jajaran management tidak baik kendati lolos penilaian Bank Indonesia (BI) / Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jika yang menduduki jabatan tertentu di bank memiliki “Hati Busuk”. Dapat dipastikan akan koruptif.
Sebegitu panadainya dan cakapnya Umar Syarifuddin (Alm) berserta jajarannya mempimpin Banj Jabar (bank bjb) pada waktu itu, namanya juga manusia tetap saja tergelincir dan sempat masuk di sel jeruji besi Selma 5 tahun. Beserta jajaran lainnya kalau tidak salah ada 5 Direktur yang terlibat dalam koruptif pada waktu itu.
Masalahnya tentang pengelapan Pajak yang terendus oleh Komisi Pemberatsan Korupsi (KPK) pada waktu itu. Dan permasalahan di bank bjb saat ini, pembobolan tiada hentinya sejak dulu sampai sekarang terus berlanjut, seolah berkepanjangan. Sesungguhnya apakah ada yang salah di bank bjb itu, mungkin bisa dikatakan tidak ada yang salah. Semua Standard Operasional (SOP) dibuat oleh bank tersebut banar adanya. Dan yang salah itu adalah pejabatnya sendiri yang tidak bermoral baik, mencari keuntungan dalam kesempitan dengan cara “Kebiajakan” saja. (***).